TM LEBAK — Proyek revitalisasi dan pembangunan Ruang Kelas Baru (RKB) di SDN Negeri 1 Cihara, Kabupaten Lebak, bernilai Rp 799.699.538 yang bersumber dari APBN 2025, kini menjadi sorotan tajam. Pekerjaan dengan skema swakelola tersebut diduga kuat tidak memenuhi standar konstruksi, bahkan mengemuka dugaan penggunaan pasir laut sebagai material bangunan.
Temuan dugaan penggunaan pasir laut ini dianggap sangat serius. Pasir laut secara tegas dilarang digunakan dalam konstruksi bangunan pendidikan karena mengandung garam yang dapat memicu korosi pada besi beton, mempercepat kerusakan struktur, serta mengancam keselamatan siswa. Penggunaan material yang tidak sesuai standar ini juga membuka dugaan adanya pengurangan kualitas kerja (quality reduction) dan indikasi korupsi melalui mark-up anggaran.
Salahsatu Aktivis Kabupaten Lebak, Beny, menegaskan bahwa dugaan penggunaan pasir laut bukan sekadar pelanggaran teknis, tetapi telah masuk pada dugaan tindak pidana korupsi.
“Pasir laut jelas-jelas dilarang. Jika benar dipakai, itu bukan lagi kelalaian, tapi tindakan yang dengan sengaja mengurangi kualitas bangunan dan merugikan negara. Proyek ini nilainya besar, hampir 800 juta, jangan sampai ada oknum yang menjadikannya bancakan,” tegas Beny, Jumat (14/11/2025).
Beny menambahkan, skema swakelola sering dimanfaatkan sebagai ruang gelap dalam proyek pemerintah. Dengan dalih dikerjakan secara internal, mekanisme pengawasan menjadi longgar dan rawan dimainkan oleh pihak tertentu.
“Swakelola itu sebenarnya untuk efisiensi, tapi justru sering jadi celah penyimpangan. Kami mendesak Inspektorat Lebak, Kejaksaan Negeri Lebak, hingga Kepolisian untuk segera turun melakukan investigasi awal, audit fisik, dan audit anggaran. Jangan tunggu kerusakan terjadi atau kerugian negara membesar,” ujarnya.
Hingga rilis ini diturunkan, Kepala Sekolah SDN Negeri 1 Cihara, Dedi, yang juga menjadi penanggung jawab pelaksanaan, tidak dapat ditemui. Saat dihubungi melalui pesan WhatsApp, nomor yang bersangkutan tidak aktif.
Lebih lanjut, Beny menegaskan bahwa penegak hukum wajib turun tangan mengingat proyek pendidikan menyangkut masa depan anak-anak.
“Kami meminta APH tidak menunggu laporan resmi. Temuan dugaan penggunaan pasir laut dan potensi penyimpangan anggaran sudah cukup menjadi dasar melakukan penyelidikan. Negara tidak boleh kalah oleh praktik-praktik seperti ini,” tutupnya. (Ben)




