Sunday, March 23, 2025
spot_img
HomeNasionalBencana Ekologis Terjadi: WALHI Malut Pinta Aktivitas Pertambangan di Lokasi Banjir Dihentikan

Bencana Ekologis Terjadi: WALHI Malut Pinta Aktivitas Pertambangan di Lokasi Banjir Dihentikan

HEADLINE NEWSspot_img
TM Maluku Utara – Sejak 20 Juli 2024, banjir telah merendam desa-desa di Halmahera Tengah, antara lain desa Woejerana, Woekob, Lelilef Waibulen, dan Lukolamo. Bencana ini telah menyebabkan penderitaan bagi sedikitnya 6.567 penduduk dan ribuan pekerja tambang yang tersebar di empat desa tersebut. Banjir tidak hanya menggenangi rumah-rumah warga, tetapi juga mengganggu aktivitas ekonomi dan memutus akses transportasi.
Upaya evakuasi terus dilakukan oleh BNPB, TNI, dan POLRI dengan menggunakan alat berat. Mereka mengevakuasi warga yang terjebak dan memindahkan mereka ke posko-posko yang tersedia di desa-desa yang tidak terkena dampak banjir. Selain itu, bantuan logistik seperti makanan, air bersih, dan obat-obatan juga diupayakan untuk memenuhi kebutuhan dasar para korban.
Mobalig Tomaloga, Manajer Advokasi WALHI Maluku Utara yang saat ini berada di lapangan, melaporkan bahwa intensitas hujan di bagian hulu masih tinggi. Ada enam sungai, yaitu Kobe, Akejira, Wosia, Meno, Yonelo, dan Sagea, yang berpotensi mengirim banjir yang lebih besar dan merendam lebih banyak desa. Ia juga menekankan perlunya tindakan cepat dan koordinasi yang lebih baik antara berbagai pihak untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk.
“Keadaan ini menuntut perhatian serius dari pemerintah daerah dan pusat untuk menangani bencana alam ini dan mencegah dampak yang lebih parah di masa depan,” ujarnya seperti yang dikutip dari situs resmi walhi, Kamis (25/7/24).
Menurut Faizal Ratuela, Direktur WALHI Maluku Utara, banjir yang merendam desa-desa di Halmahera Tengah tidak lepas dari rusaknya bentang alam di bagian hulu.
“Dalam satu dekade terakhir, Hutan Primer seluas 188 ribu hektar telah mengalami deforestasi seluas 26.100 hektar. Deforestasi ini terutama disebabkan oleh penambangan nikel yang masif di Halmahera Tengah,” kata dia.
Faizal menjelaskan bahwa saat ini di Halmahera Tengah terdapat 24 Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan luas konsesi mencapai 37.952,74 hektar. Selain itu, terdapat konsesi pertambangan nikel milik PT Weda Bay Nikel di kawasan industri Nikel PT IWIP seluas 45.065 hektar. 

“Akibat dari kegiatan pertambangan ini, ekosistem hutan tidak lagi berfungsi optimal dalam menahan laju air. Saat hujan dengan intensitas tinggi, air yang bercampur dengan tanah dan material logam mengalir dengan cepat ke wilayah dataran rendah dan pesisir, menyebabkan banjir yang parah,” terangnya.

Faizal menambahkan, bahwa hilangnya tutupan hutan memperburuk kondisi lingkungan, meningkatkan risiko bencana alam seperti banjir dan tanah longsor. Ia mendesak pemerintah untuk segera mengambil tindakan tegas guna menghentikan deforestasi dan mengatur aktivitas pertambangan dengan lebih ketat. 
“Selain itu, penting untuk melakukan rehabilitasi hutan yang sudah rusak agar fungsi ekologisnya bisa kembali pulih. Tanpa langkah-langkah yang konkrit dan berkelanjutan, bencana serupa akan terus mengancam kehidupan masyarakat di Halmahera Tengah,” tandasnya.
Sejauh ini, WALHI Maluku Utara menilai bahwa Pemerintah Kabupaten Halmahera Tengah dan Pemerintah Provinsi Maluku Utara, terutama Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Kehutanan, dan Dinas ESDM, tidak menunjukkan keseriusan dalam menyikapi bencana banjir yang terjadi. Meskipun banjir telah menyebabkan kerugian besar bagi warga dan lingkungan, respons dari pemerintah daerah tampak lamban dan tidak memadai. (**)

Sumber : Walhi Maluku Utara
Editor: RDI

spot_img
RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

You cannot copy content of this page