TM Lurah Meruyung Kecamatan Limo Depok Yuyun Purwana, saat ini sedang mempersiapkan data untuk melakukan gugat terhadap warganya yang telah mencoreng nama baiknya. Mereka sudah melanggar UU yang terkait dengan pasal 433 KUHP tentang barang siapa menyerang kehormatan nama baik sesorang maka dia akan dipidanakan atau denda ,4,5 juta. Menurut Yuyun, Warga tersebut diantaranya, Saini dan Suryadi ke kawan kawan Pengadilan Negeri Depok.
Menurut lurah Meruyung, Limo kota Depok, Yuyun Purwana yang di temui wartawan mengatakan bahwa, itu benar ada warganya yang menggugat dirinya sebagai lurah karena menolak pada saat minta tanda tangan pada saat mengurus Surat buku Letter c dan tercatat di kelurah Meruyung menurut warga.
“Namun demikian saya bertanya, kenapa mantan ketua RT menjabat sebagai RT selama 20 tahun, menjadi pertanyaan buat saya, kenapa baru sekarang mau buat sertifikat setelah saya jadi lurah? Kenapa pada saat mereka menjadi ketua RT selama 20 Tahun kok engga di urus sama lurah sebelum saya? giliran saya lurah baru berbondong bondong mengurus tanah kepada saya ada apa gerangan di masyarakat? berarti ada masalah. Oleh karena itu, saya secara tegas akan menggugat Suryadi dan kawan kawannya ada sekitar 116 Rumah yang saya anggap bermasalah sesuai data yang saya miliki. SK kinang tidak bisa di sertifikatkan, kata,” lurah Meruyung Kecamatan Limo Depok.
Ditegaskan oleh Lurah, pihaknya akan menggugat kembali warga dengan pencemaran, nama baik. Dia menyebut, bukti mengenai dugaan keterlibatan staf bernama Hasan Mustafa kelurahan Meruyung menjual SK Kinang kepada Warga Saini sudah digenggamnya.
“Itu urusannya staf saya yang jelas tidak pernah perintahkan staf menjual SK Kinang kepada siapapun namun kalau ada yang menjual itu urusannya dia,” terang Yuyun Purwana. ‘
lurah Meruyung tetap mempersilakan Suryadi kawannya melanjutkan melakukan gugat ke PN Depok. Dimana diketahui, Suryadi, Saini, Sumanto, dan Sayuti. “Ini baru 4 orang tinggal 112 orang lagi dan saya tunggu melakukan gugatan Ke Pengadilan Negeri Depok, yang juga warga RT 01 RW 10 kelurahan Meruyung atau dikenal dengan nama wilayah blok Tengki,” tandasnya,
Kemballi diinformasikan, alasan gugatan mereka masih serupa dengan rekan rekan mereka sebelumnya yakni prihal dugaan Lurah Yuyun menolak untuk tanda tangan formulir syarat pembuatan sertifikat hak milik tanah.
Gugatan Ismanto dan Sayuti ke Pengadilan Negeri Depok terdaftar dengan nomor perkara 71/Pdt.G/PN Dpk/21/03/2023. Sedangkan Saini dan Suryadi tercatat dengan nomor perkara 75/Pdt.G/PN Dpk/24/03/2023.
“Kami merasa kecewa sekali, lurah sangat tidak mencerminkan jiwa pemimpin, berulang kali saya dan warga lain memohon tapi selalu di tolak,” jelas Sumanto saat di temui Wartawan di kantor Pengadilan Negeri Depok beberapa waktu lalu.
Nasibnya Sayuti sama dengan nasib Saini dan Suryadi serta banyak warga RT 01 RW 10 kelurahan Meruyung lainnya. Bahkan ia melihat ada upaya mafia tanah yang sengaja menggeser status girik tanah mereka menjadi SK KINAG.
“Lurah Yuyun dalam kebijakannya dinilai tidak masuk akal, karena letter C milik mereka yang terdaftar di buku C kelurahan Meruyung justru tidak diakui oleh lurah Yuyun dan ketua RW 10 Nurani,ungkap Sumanto. Mereka terkesan dipaksa menggunakan SK KINAG jika ingin mengurus SHM ke BPN,” sebut salah satu warga dalam keterangannya.
Menurut pakar hukum sengketa tanah dan hukum tanah, DR (c) Endhit Kuncahyo, SE, MH, SK KINAG atau Surat Keterangan Kantor Inspeksi Agraria dikeluarkan pemerintah sebagai program pembagian tanah garapan bagi petani yang tidak memiliki lahan untuk menggalakkan program Revolusi Pangan yang dimulai pada tahun 1963 dan berakhir pada tahun 1975.
“SK KINAG kini sudah tidak berlaku lagi dan ini bukan program gratis, si pemegang SK KINAG (lahan garapan) wajib mencicil selama 15 tahun kepada negara namun jika tidak lunas maka tanah itu akan diambil kembali oleh negara”, jelas Endhit.
“Jadi SK KINAG tidak bisa diperjual belikan yang bisa dilakukan adalah oper alih garap, jika si penggarap sudah melunasi cicilan bea perolehan ke negara maka Negara akan mengenakan iuran pajak yang disebut GIRIK (IPEDA) yang nantinya bisa ditingkatkan ke SHM. Ditahap berubah menjadi Girik inilah lahan tersebut baru bisa di jual ke pihak lain atau dipindahtangankan,” jelas Endhit.
Menilik kasus di kelurahan Meruyung blok Tengki dan gugatan 4 warga menurut Endhit, Girik yang dimiliki warga adalah sah secara hukum karena tercatat di buku C kelurahan hanya disini sayangnya girik tersebut tidak diakui lurah sehingga warga menempuh jalur gugatan perdata di PN Depok (zis)