TM Sukabumi – Ramainya isu tak sedap lagi menyerang KPK RI (Komisi Pemberentasan Korupsi Republik Indonesia), diduga ada sebuah dokumen yang beredar memuat sejumlah aset sitaan KPK RI yang diperjualbeilkan dan tidak masuk Kas Penampungan di KPK RI. Dari berbagai sumber, panas dinginnya isu diperjualbelikan aset sitaan KPK RI terebut kuat dugaan terjadi oleh komisioner KPK sebelum Firli Bahuri.
Dilansir dari Porosjakarta.com, Aset milik Muhtar Ependy yang terkait suap Akil Mochtar bernilai triliunan ini dikabarkan diperjualbelikan padahal sudah disita. Penjualan itu tidak masuk ke dalam kas penampung di KPK.
Sebuah dokumen yang diperlihatkan berisi puluhan rumah, tanah, mobil dan barang mewah dikabarkan diperjual belikan oleh oknum komisioner KPK sebelum masa Firly sebagai ketua KPK. “Ini gila, barang-barang sitaan diperjual-belikan. Itu tindakan nekad. Kabarnya akan dilaporkan. Mereka jangan sok bersih. Sekalian saja rakyat bersihin KPK,”ucap sumber ini yang juga akan melaporkan kasus tersebut.
Sebelumnya di tahun 2014, Majelis hakim menjatuhkan pidana terhadap Muhtar Ependy. Muhtar ialah orang dekat dari mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. Hakim menilai, Muhtar terbukti menerima suap terkait sengketa pilkada di MK dan juga pencucian uang.
“Menjatuhkan pidana pada terdakwa penjara selama 4 tahun dan 6 bulan dan denda 200 juta dengan ketentuan bila tidak dibayar diganti kurungan selama tiga bulan,” ujar Hakim Ketua Ni Made Sudani dalam sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (15/3).
Vonis ini jauh lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK. Oleh JPU, Muhtar dituntut dituntut 8 tahun penjara ditambah denda Rp 450 juta subsider 6 bulan kurungan.
Jaksa menilai Muhtar Ependy terbukti menerima suap Rp 16,427 miliar dan 816.700 dolar AS terkait sengketa Pilkada Kota Palembang dan Kabupaten Empat Lawang. Ia diduga menjadi perantara suap Akil Mochtar.
Muchtar Ependy disebut menjadi perantara suap sebesar Rp 16,42 miliar, Rp 10 miliar, USD 316.700, dan USD 500 ribu. Suap itu diduga terkait penanganan sengketa Pilkada di MK pada tahun 2013. Suap berasal dari calon Wali Kota Palembang, Romi Herton, sebesar Rp 16,42 miliar dan USD 316.700. Selain itu, dari calon Bupati Empat Lawang, Budi Antoni Aljufri, senilai Rp 10 miliar dan USD 500 ribu.
Suap diberikan agar Muhtar bersama Akil memenangkan Romi dalam sengketa Pilkada Kota Palembang yang saat itu bergulir di MK. Adapun suap dari Budi agar Ependy dan Akil memenangkannya dalam sengketa Pilkada Kabupaten Empat Lawang.
Selain menerima suap, Ependy juga dinilai terbukti dalam pencucian uang. Sumber pencucian uang yang nilainya miliaran rupiah itu berasal dari tindak pidana yang dilakukan Ependy bersama dengan Akil Mochtar.
Menanggapi isu “panas dinginnya” KPK RI terkait aset sitaan diperjualbelikan yang diduga tidak masuk Kas Penampungan KPK, KP. Norman Hadinegoro selaku Ketua Umum Pernusa angkat bicara, menurut Norman harus segara diusut, sebagai relawan Merah Putih juga, Norman tegas mengatakan usut sampai tuntas.
“Oknum-oknum KPK RI maling teriak maling. Usut kemana barang hasil sitaan yang diduga kuat diperjualbelikan, Rakyat Indonesia minta pertanggung jawabannya,” kata KP Norman Hadinegoro kepada Nkrikita.com, Rabu 12 April 2023.
Selain itu, KP. Norman juga singgu Oknum-oknum yang sudah dikeluarkan di KPK RI, “Kalau oknum-oknum sudah dikeluarkan dari KPK tidak perlu teriak teriak KPK ini, itu. Dulu KPK dikenal banyak kadrun satu persatu ketahuan wajah aslinya militan membela oknum tertentu,” tegas Norman.
Bahkan Norman menegaskan kembali segala bentuk Mafia harus diusut tuntas di NKRI ini, “Jangan pandang bulu, usut semua mafia di NKRI ini,” tegasnya lagi. (*)
Sumber: Prosjakarta.com
Editor: Rendy