TM Kab Bogor – Adanya dugaan kasus tindak perundungan oleh dan terhadap salah satu siswa di SMK Swasta yang berada di wilayah Kemang, Kabupaten Bogor mendapat tanggapan serius dari pemerhati anak yang juga merupakan eks komisioner KPAI (Komisi Perlindungan Anak) Retno Listyarti.
“Saya menyampaikan keprihatinan atas kasus perundungan yang terjadi di salah satu SMK swasta di Bogor, yang dilakukan antara sesama peserta didik. Kekerasan tidak boleh dilakukan oleh siapapun, termasuk anak,” unggkap Retno dalam keterangan tertulisnya yang diterima media ini, Selasa (28/2).
Diterangkan oleh Retno, jika terjadi perundungan atau tindak kekerasan lain di satuan pendidikan, maka sekolah seharusnya merujuk penyelesaian pada Permendikbud No. 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan Di Satuan Pendidikan.
“Sekolah wajib membentuk satgas anti kekerasan dan membuat SOP penyelesaian kasus kekerasan di sekolah, missal anak dengan anak seperti kasus ini, maka anak pelaku seharusnya mendapatkan sanksi dari sekolah. Misalnya di skors selama 2 minggu, tidak hanya menmbiayai pengobatan anak korban. Hal ini untuk adanya efek jera sehingga anak tidak mengulangi perbuatan yang sama. Anak juga harus dididik untuk bertanggungjawab atas perbuatan yang dilakukannya,” imbuhnya.
Dalam keterangannya Retno juga menekankan, sekolah juga harus bertanggungjawab ketika ada tindak kekerasan di lingkungan sekolah, karena menurut pasal 54 UU 35/2014 tentang Perlindungan Anak, sekolah wajib melindungi peserta didik dari berbagai bentuk kekerasan yang dapat dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan maupun sesame peserta didik.
“Kalau sampai terjadi kekerasan, maka sekolah gagal melindungi anak-anak selama berada di sekolah,” tegas dia.
Menanggapi adanya inisiatif pihak korban yang telah memberikan kuasa kepada tim kuasa hukumnya dengan melaporkan dugaan kasus ke polisi, Retno menilai, kepolisian akan menggunakan UU PA dan UU No. 11/2012 tentang Sistem Peradilan pidana Anak (SPPA) karena pelaku dan korban masih usia anak, maka polisi akan memfasilitasi diversi atau penyelesaian di luar pengadilan.
“Tapi kalau keluarga korban menolak diversi, maka proses hukum akan berlanjut. Dalam UU SPPA, anak sebagai pelaku tuntutan hukumannya hanya separuh pelaku dewasa, bahkan kerap kali hakim memutuskan mengembalikan ke orangtua, kerja social, wajib menjalani rehabilitasi, dan lainnya,” tutup Retno.
Sebagai informasi, Seorang siswa SMK swasta yang dikenal sebagai sekolah unggulan di Kemang Bogor menjadi korban bullying temannya di dalam lingkungan sekolah. Orang tua korban bersama pengacara dari Kantor Kuasa hukum Oteu Herdiansyah & Partners melaporkan masalah itu ke PPA Polres Bogor, (25/2/2022).
Guna mendapat keberimbangan berita, sebelumnya media ini mencoba mengkonfirmasi pihak SMK Swasta tersebut, melalui pesan whatsapp. Namun hingga berita ini ditayangkan masih belum mendapat respon, dan hanya dibaca saja. (Effendy)