TMĀ Oleh: Rizwan Comrade
Lebak – Sebutan Mafia Tanah merupakan istilah kejahatan luar biasa. Mereka terorganisir, terstruktur dan tersistematis serta melibatkan banyak pihak. Mampu merekayasa hukum dan finansial, juga mampu mempengaruhi kebijakan penguasa.
Modusnya merekayasa sedemikian rupa pembelian tanah secara murah dari rakyat kecil, kemudian mereka ini mengincar/merampok lahan pertanahan yang bernilai tinggi untuk suatu kepentingan pembangunan atau yang bernilai ekonomis untuk kepentingan bisnis pribadi. Mereka juga pelobi dan pemalsu ulung yang sudah profesional.
Sejak Kejaksaan Tinggi Banten menetapkan oknum eks Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Lebak Ady Muchtadi sebagai tersangka suap dan gratifikasi pengurusan tanah pada 2018-2020 senilai Rp 15 miliar. Banyak pihak menilai masih banyak oknum yaitu aktor-aktor intelektual di Lebak yang harus dijerat, dan saya menduga ini melibatkan oknum penguasa di Lebak.
Masih ingat penyerobotan lahan di Desa Margarita Kecamatan Cimarga Kabupaten Lebak. Masyarakat dipaksa tanahnya dibayar murah Rp. 20 ribu per meter, bahkan lebih mahal harga rokok dibandingkan nilai tanah. Masih ingat juga dugaan perampasan tanah di Desa Jayasari Kecamatan Cimarga yang masih hangat diperbincangkan publik Kabupaten Lebak, kasusnya masih bergulir di Polda Banten.
Jika kita tela’ah lebih dalam, pelibatan para Mafia Tanah sudah bisa ditebak, siapa aktornya, bahkan terorganisir secara sistematis mulai dari oknum RT, RW, Desa, Camat dan oknum Birokrasi di Lebak. Kita menunggu satu persatu para oknum Mafia tanah ini bisa dihalau ke jaring dan jerat, dan suatu waktu bisa dihadapkan ke mahkamah rakyat, harus ada pertanggungjawaban moral, sosial dan hukum, dan bisa masuk pelanggaran berat.
Jika saya boleh mengingatkan pesan dari Rosulullah SAW: “Barangsiapa mengambil sejengkal tanah bumi yang bukan haknya, niscaya ditenggelamkan ia pada hari kiamat sampai ke dalam tujuh lapis bumi.ā (HR Bukhari).
(Red)
Kabupaten Lebak, Senin 20 Maret 2023.