TM Bojonegoro – Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian bersama Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Sumber Rejeki Desa Kunci, Kecamatan Dander melakukan panen kacang dengan perlakuan biosaka. Biosaka merupakan salah satu metode pertanian ramah lingkungan dengan teknologi mudah dan murah yang dapat diterapkan oleh petani. Ini dalam upaya menekan biaya produksi dan meningkatkan produktivitas.
Kepala Bidang Sarana, Prasarana dan Perlindungan Tanaman Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Bojonegoro RA. Retno Budiwidyanti menjelaskan, lahan pertanian di Bojonegoro sebagian besar kandungan C organiknya rendah.
“Penyebabnya, karena penggunaan bahan-bahan kimia yang sudah berlangsung berpuluh-puluh tahun. Maka dari itu satu-satunya cara adalah menyehatkan kembali lahan dengan penggunaan bahan- bahan alami atau organik,” jelasnya Senin (29/5/2023).
Pihaknya berharap, penggunaan bahan-bahan alami seperti biosaka atau pupuk organik dapat terus disosialisasikan untuk dapat diterapkan di seluruh Bojonegoro. Karena pupuk organik yang didukung biosaka tanpa pupuk kimia dan pestisida kimia, dapat memperbaiki semua sifat tanah yang tentunya akan mengembalikan kesuburan tanah.
Untuk diketahui, biosaka terdiri dari dua suku kata. Bio berarti Biologi dan Saka singkatan dari Selamatkan Alam Kembali Ke Alam. Biosaka adalah inovasi yang telah dikembangkan oleh petani dari bahan baru-terbarukan yang tersedia melimpah di alam.
Sementara itu, Petani Pelaksana Kegiatan Mujianto menjelaskan, pada musim tanam sebelumnya untuk lahan seluas 0,5 hektar diberikan perlakuan pupuk NPK sebanyak 100 kilogram dan penggunaan insektisida sebanyak 1 liter serta hasil produksi yang diperoleh 3,15 ton polong basah.
Setelah melakukan budidaya tanaman kacang tanah dengan perlakuan full Biosaka sebanyak 8 kali penyemprotan tanpa menggunakan pupuk kimia dan pestisida sama sekali, pada musim tanam ini hasil produksi kacang tanahnya 3,6 ton polong basah. Hal tersebut menunjukkan adanya perubahan signifikan.
“Dengan penggunaan Biosaka terbukti diperoleh efisiensi biaya produksi karena adanya pengurangan penggunaan pupuk NPK dan insektisida. Selain itu juga terdapat peningkatan hasil produksi sebanyak 0,9 ton/hektar,” jelasnya.
Peningkatan pendapatan yang diterima oleh Mujianto adalah Rp 5 juta. Dengan demikian terbukti bahwa salah satu solusi dalam mengurangi biaya produksi dan meningkatkan pendapatan petani adalah dengan penggunaan Biosaka.
Biosaka, lanjut dia, bukan pupuk dan bukan pestisida. Namun Biosaka itu elisitor yang memberikan signaling memperbaiki tanaman dan ekosistem. “Elisitor Biosaka tidak menggunakan mikroba maupun proses fermentasi dalam pembuatannya dan bukan teknologi yang rumit, tapi hanya sesuatu yang sederhana sekali. Dalam membuatnya tidak menggunakan mesin, hanya dengan tangan,” pungkasnya.
Ada tujuh kelebihan bahan ini menurut penemunya. Pertama, efektifitas kinerja yang baik. Reaksi biosaka dapat dilihat dalam waktu 24 jam setelah aplikasi. Kedua, dapat digunakan pada seluruh fase tanaman, mulai dari benih sampai panen.
Ketiga, proses produksi sangat cepat karena tidak menggunakan metode fermentasi yang memakan waktu paling cepat 1 minggu. Keempat, cara penggunaan mudah dan dosis sangat sedikit, cukup 30 ml per tangki dan untuk tanaman kacang membutuhkan 2-4 tangki/ha. Penyemprotan dari mulai tanam sampai panen dilakukan sekitar 8 kali aplikasi.
Kelima, dapat diterapkan pada semua komoditas, termasuk tanaman perkebunan. Keenam, dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia hingga 50-90 persen, sehingga dapat menghemat biaya produksi. Ketujuh, bahan baku Biosaka juga tersedia setiap saat di lingkungan petani, dimana dan kapanpun.
Elisitor Biosaka dibuat dari bahan rerumputan dan daun tanaman berpohon yang sedang dalam pertumbuhan optimal. Berciri, daun dalam keadaan sehat, tidak terserang hama, jamur, virus dengan warna hijau segar, serta tidak terlalu tua atau muda.
“Selain itu tidak boleh dari daun berlendir dengan jumlah antara 5-20 jenis dedau
(Redho)