TM Sumedang – Perwakilan warga dari Desa Ciherang, Kecamatan Sumedang Selatan, Desa Sirnamulya Kecamatan Sumedang Utara dan Desa Pamekaran Kecamatan Rancakalong di Kabupaten Sumedang mengadukan kinerja oknum PPK Lahan dan oknum BPN Sumedang terkait proses ganti rugi lahan terdampak pembangunan Jalan Tol Cileunyi- Sumedang- Dawuan (Cisumdawu) dengan mendatangi kantor Ombudsman RI di Jakarta, Senin,(10/4/2023)
Perwakilan warga diterima Kepala Keasistenan Perlakuan Pelaksanaan Saran Pencegahan Ombudsman RI, Nyoto Budiyanto.
Ia menerima keluhan warga dengan tangan terbuka serta mendengar dan melihat keluhan warga disertai bukti-bukti dokumen
Perwakilan warga mengeluhkan kinerja oknum PPK Lahan dan oknum BPN Sumedang berkenaan pembebasan lahan, tanaman dan bangunan milik warga.
Perwakilan warga, Yayat, mengatakan saat proses pembebasan lahan, menduga para pejabat terkait pengadaan tanah baik oknum PPK Lahan, dan oknum pejabat BPN saat itu merupakan jaringan yang bekerja sama dengan oknum pemerintah Desa setempat.
“Pemerintahan Desa saat itu membentuk Tim 7 tanpa melalui musyawarah yang semestinya melibatkan warga, tim itu beranggotakan perangkat Desa. Hal itu menguatkan dugaan kami, tim tersebut seolah menjadi ‘anak panah yang dilepaskan menyebar, mereka ‘bergerilya’ dengan alibi mendata tanah warga, namun nyatanya dokumen tanah warga masyarakat seperti dirampas,” ungkapnya.
“Kami dalam tekanan dan dipaksa, hanya menjadi penonton karena suara kami tidak didengar, proses pembebasan lahan yang dilakukan secara sepihak berjalan begitu saja, mulai dari pengukuran tanpa undangan kepada pemilik lahan untuk ikut menyaksikan, akibatnya dari hasil ukur tersebut banyak luasan lahan yang berkurang, parahnya lagi lahan di eksekusi sebelum warga terima uang penggantian, maupun uang tunggu,” jelasnya.
Kemudian, berdasarkan temuan di lapangan terjadi ketimpangan perlakuan yang dilakukan oleh oknum PPK Lahan dan BPN terhadap proses pembebasan lahan milik warga biasa dibandingkan dengan lahan milik anggota maupun keluarga dari Tim 7 tersebut,
Jaka, warga lainnya menjelaskan perbedaan perlakuan oknum pejabat terkait nampak jelas timpang sekali, hampir dapat dipastikan lahan milik warga prosesnya bermasalah, baik itu luasan maupun harganya, sedangkan lahan milik anggota Tim 7 berjalan mulus.
“Bahkan merekalah yang mendapatkan harga ganti untung, warga menerima dipaksa menerima ganti buntung,” jelas Jaka.
Ia lalu menjabarkan bukti permasalahan ganti rugi dua bidang lahan milik Yayat dengan bukti SPPT, lahan di SPPT pertama seluas 958 M2 dan lahan kedua di SPPT luasan 420 M2, sehingga total 1.378 M2, namun muncul permasalahan saat dikonsinyasikan dengan SPPT pertama nomor nominatif 845 luasan menjadi 1.072 M2, dan SPPT kedua nomor nominatif 854 luasan menjadi 254 M2
“Masalah itu ada buktinya jelas, bahkan uniknya lagi luasan lahan pertama 1.072 M2 dinilai Rp322.956.000; dan lahan kedua dengan luasan 254 M2 dinilai dengan ganti rugi yang sama yakni Rp322.956.000; itu tanah 1 hamparan sawah, luas berbeda kok nilai ganti ruginya identik sekali,” terang Jaka heran,
Temuan tersebut secara tegas diadukan ke pihak PPK Lahan dan BPN, namun respon mereka tidak memuaskan
“Oknum BPN saat itu menjawab bahwa peristiwa yang terjadi untuk lahan milik Yayat hanya kesalahan ketik saja, kok enteng sekali jawabannya, sedangkan itu berdampak besar bagi kami, berarti telah terjadi salah eksekusi di lapangan,” tegasnya
“Saat itu yang lebih mengejutkan Kepala Desa dan Tim 7 diduga sengaja mengintimidasi warga, di muka umum Kepala Desa berani bilang ke warga, jika nilai yang telah ditawarkan untuk ganti rugi lahan tidak mau diterima, maka akan menerima konsekuensi yaitu uang ganti rugi hilang dan lahan pun hilang, setelah dipaksa merugi kami pun masih di pungut 0.2% oleh Tim 7 sebagai bentuk administrasi kerja mereka,” ujarnya
Warga sangat berharap Ombudsman RI bisa menindaklanjuti guna tercapai keadilan yang selama belasan tahun di dirasa sulit, luasan yang hilang dan harga sepihak sangat merugikan masyarakat dalam pembebasan lahan Tol Cisumdawu. (Syarifatullah/*)