OPINI : Menguak Praperadilan dan Politik Peradilan di Indonesia
Terjadi kekosongan Hukum Formil dalam Hukum Acara Pidana Indonesia. Akhirnya Mahkamah Agung mengeluarkan PERMA No. 4 Tahun 2016. Pasal 2 Ayat (2) PERMA menyatakan bahwa Pemeriksaan Praperadilan terhadap permohonan tentang tidak sahnya penetapan tersangka hanya menilai aspek formil, yaitu apakah ada paling sedikit 2 (dua) alat bukti yang sah dan tidak memasuki materi perkara, namun tidak adil apabil hanya memeriksa kuantitas alat bukti saja tanpa mememeriksa validitas alat-alat bukti tersebut.
Menurut hemat penulis demi prinsip lex stricta perlu penegasan dalam bentuk jurisprodensi, SEMA dan PERMA yang limitative mempertegas perbedaan antara pelimpahan administratif tidak dimaknai bagian dari segera mengadili perkara agar ada proporsionalitas hak tersangka dalam mengajukan praperadilan dan kewenangan APH sebagai representasi Negara. Apa artinya prosedur mengadili namun tendensi kesewenang-wenangan melumuri substansi /pokok perkara. Seharusnya legenda kasus Miranda peradilan Arizon selalu menjadi potret politik peradilan di Indonesia. (Red)
RELATED ARTICLES